Perang Salib – Bagian 2
Kekuatan Turki Seljuk yang semakin besar membuat Kekaisaran Bizantium terpojok. Pada saat itu Bizantium diperintah oleh Kaisar Alexios Komnenos. Kaisar ini sebel- umnya adalah jendral Konstantinopel yang berhasil merebut tahta pada 1081 M. Sebagai penguasa Bizantium dia memeras rakyatnya dan mewajibkan gereja menyetor emas untuk membangun angkatan perang yang kuat. Dengan angkatan perang yang dimilikinya, Alexios berhasil mengalahkan bangsa Normandia, Serb dan membantai bangsa Pecheneg dalam jumlah yang besar.
Prajurit yang kuat ternyata tidak membuat Alexios ten- ang. Kekuatan Turki Seljuk yang mulai mengancam Bizantium membuat Alexios harus berpikir keras mempertahankan wilayahnya. Karena merasa hanya mendapatkan bantuan dari Eropa maka Alexios meminta bantuan Paus Urbanus II di Konstantinopel. Gayung pun bersambut. Sang Paus yang merasa wilayah kekuasaan spiritualnya semakin terdesak menyambut dengan gembira permintaan Alexios I.
Persekutuan Konstantinopel dan gereja ini ditindak lanjuti dengan mengadakan pertemuan akbar di Clermmont, Prancis selatan, pada tahun 1095.
Pidato yang berapi-api Paus Urbanus II membakar emosi umat Kristen
“Hai orang-orang Frank, hai orang-orang di luar pegunungan ini, hai orang-orang yang dicintai Tuhan, yang jelas dari perilaku kalian, yang membedakan diri dari bangsa-bangsa lain di muka bumi ini, karena iman kalian, karena pengabdian kalian pada gereja suci; inilah pesan dan himbuan khusus untuk kalian…. Kabar buruk telah tiba dari Yerussalem dan Konstantinopel, bahwa sebuah bangsa asing yang terkutuk dan menjadi musuh Tuhan, yang tidak lurus hatinya, dan yang jiwanya tidak setia pada Tuhan, telah menyerbu tanah orang-orang Kristen dan membumihanguskan mereka dengan pedang dan api secara paksa.”
Provokasi tersebut bertambah hebat sehingga bara dalam diri umat Kristen semakin berkobar-kobar
“Tidak sedikit orang-orang Kristen yang mereka tawan untuk dijadikan budak, sementara sisanya dibunuh. Gereja-gereja, kalau tidak mereka hancurkan, mereka jadikan masjid. Altar- altar diporak-porandakan. Orang-orang Kristen mereka sunat, dan darahnya mereka tuangkan pada altar atau tempat-tempat pembaptisan. Beberapa mereka bunuh secara keji, yakni dengan membelah perut dan mengeluarkan ususnya. Mereka tendang orang-orang Kristen, dan mereka dipaksa berjalan sampai keleti- han, hingga terjerembab di atas tanah. Beberapa dipergunakan sebagai sasaran panah. Ada yang mereka betot lehernya, untuk dicoba apakah bisa mereka penggal dengan sekali tebas. Lebih mengerikan lagi perlakuan mereka terhadap perempuan.”
Begitu umat Kristen telah terbakar Paus Urbanus II menyerukan untuk melawan orang-orang kafir tersebut
“Kewajiban siapa lagi kalau bukan kalian, yang harus membalas dan merebut kembali daerah-daerah itu? Ingatlah, Tuhan telah memberi kalian banyak kelebihan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain: semangat juang, keberanian, keperkasaan dan ketidakgentaran menghadapi siapapun yang hendak mela- wan kalian. Ingatlah pada keberanian nenek moyang kalian, pada kekaisaran Karel Agung dan Louis, anaknya serta raja-raja lainnya yang telah membasmi Kerajaan Turki dan menegakkan agama Kristen di tanah mereka. Kalian harus tergerak oleh makam kudus Tuhan Yesus Sang Juru Selamat kita, yang kini ada di tangan orang-orang najis; kalian harus bangkit berjuang, karena kalian telah tahu, banyak tempat-tempat suci yang telah dikotori, diperlakukan secara tidak senonoh oleh mereka.”
Sebagai siraman minyak terakhir untuk membuat bara dendam di hati umat Kristen semakin membara, Paus Urbanus II berkata
“Hai para ksatria pemberani, keturunan nenek moyang yang tak tertaklukkan, janganlah lebih lemah daripada mereka, tetapi ingatlah pada ketidakgentaran mereka. Jika kalian ragu-ragu karena cinta kalian kepada anak-anak, isteri, dan kerabat ka- lian, ingatlah pada apa yang Tuhan katakan dalam Injil: “Ia yang mengasihi ayah dan ibunya lebih daripada Aku, tidak pantas bagi-Ku.”
Jangan biarkan apa yang menjadi kepunyaan kalian menghambat kalian. Kalian tak perlu khawatir dengan apa yang menjadi kepunyaan kalian. Negeri kalian telah padat penduduknya, dan dari semua sisi tertutup laut dan pegunungan. Tak banyak kekayaan di sini, dan tanahnya jarang membuahkan hasil pangan yang cukup buat kalian. Itulah sebabnya sering ber- tikai sendiri. Hentikan kesalingbencian dan pertengkaran kalian, hentikan peperangan antar sesama kalian. Bergegaslah menuju Makam Kudus, rebutlah kembali negeri itu dari orang-orang jahat, dan jadikan milik kalian. Negeri itu, seperti dikatakan di dalam Alkitab, berlimpah susu dan madu, Allah memberikannya kepada anak-anak Bani Israil. Yerussalem, negeri terbaik, lebih subur daripada lainnya, seolah-olah surga kedua. Inilah tempat Juru Selamat kita dilahirkan, diperintah dengan kehidupan- Nya, dan dikuduskan dengan penderitaan-Nya. Bergegaslah, dan kalian akan memperoleh penebusan dosa, serta pahala di Kerajaan Surga.”
Dalam sejarah kepausan, pidato Paus Urbanus II meru- pakan pidato yang paling berpengaruh. Pidato tersebut telah membakar Eropa untuk maju melawan Kerajaan Turki, yang bagi mereka merupakan segerombolan orang-orang kafir yang tidak beradab.
Setelah pidato Paus Urbanus II usai, orang-orang yang berada di tempat itu meneriakkan slogan Deus Vult (Tuhan Memberkati) sambil mengacung-acungkan tangan. Maka demi negeri yang dikatakan al Kitab berlimpah susu dan madu, Allah memberikannya kepada anak-anak Bani Israil. Yerussalem, negeri terbaik, lebih subur daripada lainnya, seolah-olah surga kedua. Inilah tempat Juru Selamat kita dilahirkan, diperintah dengan kehidupan-Nya, dan dikuduskan dengan penderitaan- Nya. Dan demi memperoleh penebusan dosa, serta pahala di Kerajaan Surga, mereka bergegas maju ke dalam medan per- tempuran dengan membawa salib suci sebagai simbol.
Di antara pasukan Salib terdapat penjahat, pemerkosa dan pembunuh yang bergabung dalam Perang Suci tersebut dengan harapan akan mendapatkan penebusan dosa. Pun, para pedagang dari Pisa, Venesia dan Genoa yang ingin ikut berper- ang demi alasan ekonomi/komersial; orang-orang romantis yang sebelumnya berputus asa dan selalu gelisah serta suka berpetualang. Sementara itu, orang-orang Prancis, Lorraine Italia dan Sisilia bergabung demi membebaskan diri mereka dari kemiskinan yang merantai mereka. Semuanya bersatu untuk menggempur musuh yang sama: orang-orang Islam.
Tentang Perang Salib ini John L. Esposito, guru besar Universitas George Town, Amerika, memberikan analisa yang tajam
“Sebagian besar masyarakat Barat mengakui adanya kenyataan tertentu yang berhubungan dengan Perang Salib, tetapi banyak di antara mereka yang tidak mengetahui bahwa Perang Salib yang mengakibatkan korban yang amat besar ini adalah atas perintah Paus. Bagi umat Islam, kenangan atas Perang Salib merupakan satu contoh nyata dari militerisasi Kristen ekstrim, sebuah ke- nangan yang membawa pesan bagi serangan dan imperialisme Kristen barat.”
Pada 25 Agustus 1095, dimulailah rangkaian Perang Salib. Tujuan jangka pendek orang-orang Kristen sudah jelas, yaitu menguasai Bait al Maqdis. Sedangkan tujuan jangka panjangnya menguasai negeri-negeri Islam yang subur dan kaya sumber daya alam. Pasukan Salib bergerak dengan jumlah 150.000 prajurit, sebagian besar merupakan bangsa Prancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Pimpinan mereka adalah Godfrey, Bohemond, dan Raymond. Mereka terus merangsek hingga mendesak pasukan Islam dan akhirnya memperoleh kemenangan besar.